Inspirasi Muallaf - Ibu Ancam Bunuh Diri Bila Yohanes Paulus Menjadi Mualaf

Bersyahadat "Masuk Islam" Pada Bulan Ramadhan

NAMA saya Yohanes Paulus. Saya lahir di Yogyakarta. Tepatnya pada 26 September 1944. Saya berasal dari keluarga yang beragama Kristen Katolik. Keluarga saya sangat dikenal sebagai penganut Kristen yang taat dan fanatik. Ayah saya, Laksamana Pertama (Purn.) R.M.B. Suparto dan ibu saya, Maria Agustine Kamtinah. (Red : Dr. H. Bambang Sukamto, saat ini aktif di kegiatan sosial Harian Republika / Dompet Dhuafa Republika dan Ketua Yayasan Masjid Namira (Al Manthiq) Jl Tebet Barat Dalam V Jakarta Selatan, yang secara khusus melakukan pembinaan kepada para mualaf)

Latar belakang pendidikan aku merupakan pendidikan yang berbasis agama Kristen Katolik, baik itu pendidikan formal juga pendidikan di lingkungan keluarga. Sejak kecil saya telah dididik menjadi penganut kepercayaan yang fanatik. Oleh orang tua, aku disekolahkan pada sekolah Kristen. Mereka memasukkan saya ke TK Santa Maria Yogya. Kemudian dilanjutkan dalam Sekolah Dasar Kanisius Yogya. Lalu dimasukkan ke sekolah menengah pertama hingga menengah atas pada sekolah Kanisius Jakarta.

Untuk lebih memantapkan agama dalam diri saya, dalam umur 12 tahun saya dipermandikan atau dibaptis. Oleh gereja, saya diberi nama Yohanes. Pada umur 17 tahun, aku pun menerima nama tambahan lagi yakni Paulus. Nama itu d iberikan sesudah aku mengikuti upacara sakramen penguatan yang dilakukan sang pihak gereja. Jadi, kini nama Kristen aku adalah Yohanes Paulus. Nama ini menggantikan nama anugerah orang tua aku , yaitu Bambang Sukamto.

Anti Islam

Karena latar belakang pendidikan dan pergaulan selalu dalam bulat agama Kristen Katolik, maka sejak kecil saya selalu diberi pandangan bahwa agama Islam itu kepercayaan yang sesat. Orang-orang Islam itu adalah domba-domba yang perlu diselamatkan. Setiap kali mendengar bunyi mereka mengaji, selalu saya anggap mereka sedang memanggil setan.

Begitu pun setiap aku melihat mereka shalat, aku beranggapan mereka sedang menyembah iblis. Perasaan anti Islam terasa begitu kuatdalam diri aku , sebagai akibatnya aku berniat buat menyerang sahabat-sahabat yg beragama Islam. Kepada mereka, aku selalu mempromosikan bahwa agama sayalah yg paling sahih.

Setelah lulus sekolah lanjutan atas, saya melanjutkan studi ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Di lingkungan kampus ini aku kembali bergabung dalam grup aktivis gereja. Dalam kelompok ini saya juga bergabung dalam sebuah kelompok yg sangat agresif. Dalam gerombolan agresif ini aku berjuang menjadi prajurit Perang Salib yang bertujuan menghadapi syiar kepercayaan Islam di Indonesia.

Setelah bergabung pada gerombolan ini, aku semakin yakin bahwa umat Islam yang dominan ini merupakan domba-domba yg wajib diselamatkan. Saya akan menyelamatkan & mengajak mereka buat ikut dalam ajaran Yesus Kristus, khususnya masuk dalam agama Kristen Katolik.

Dalam studi kedokteran ini, saya pula bergabung pada sebuah grup studi. Kelompok ini beranggotakan empat orang mahasiswa. Tiga orang teman aku beragama Islam, sedangkan yg Kristen cuma saya. Kami selalu belajar beserta pada rumah saya. Jika tiba ketika shalat, mereka pamit sementara waktu buat shalat berjamaah. Usai shalat, mereka saya ajak untuk berdiskusi tentang perkara agama.

Dalam diskusi itu, saya mulai menyerang mereka. Saya selalu mendiskreditkan kepercayaan mereka. Misalnya, mengapa shalat itu harus menghadap kiblat dan harus berbahasa Arab pada membacanya. Saya katakan dalam mereka, jika begitu Tuhan kalian tidak paripurna, lantaran hanya ada di Arab.

Setelah itu, aku membandingkan menggunakan Tuhan kepercayaan saya yg ada pada mana-mana. Mendapat serangan itu, sahabat-sahabat aku hening saja. Mereka menjawab bahwa di mana pun berada, orang Islam dapat shalat berjamaah & selalu sama bahasanya pada beribadah. Ini menerangkan bahwa agama Islam itu kepercayaan yang benar dan universal (buat semua manusia). Mereka malah kembali bertanya, mengapa orang Kristen itu jikalau bangun gereja nir satu arah? Malah terkesan berantakan ke segala arah? Itu, istilah mereka, menunjukkan bahwa Tuhan aku akan resah ke mana wajib berpaling.

Mereka pula menyampaikan, bahasa kepercayaan aku itu tidak sama, bergantung wilayah. Jadi, kesimpulannya, mereka menyampaikan bahwa kepercayaan saya itu hanya kepercayaan lokal. Saya kaget & tersentak mendengar jawaban itu. Ternyata mereka pintar-pintar, tidak seperti dugaan aku selama ini.

Masuk Islam

Saat duduk pada tingkat IV FKUI, aku menjalin interaksi dengan gadis muslimah. Gadis itu ingin berfokus jikalau saya telah beragama Islam. Tawaran ini nir aku penuhi, karena perilaku anti-Islam aku kala itu sangat bertenaga. Akhirnya kami putus. Sikap keras gadis ini menciptakan saya bertanya-tanya. Mengapa gadis itu tidak goyah keyakinannya? Rasa bertanya-tanya ini mendorong saya buat banyak membaca & memeriksa Islam.

Saya coba melahap buku-kitab Islam, misalnya Akidah & Tauhid Islam, Api Islam, Soal Jawab tentang Islam, & Islam Jalan Lurus. Untuk hal yg tidak kentara, aku tak jarang bertanya pada sahabat teman. Saya pula acapkali menghadiri kuliah & diskusi kepercayaan Islam.

Dari sinilah, tanpa saya sadari, timbul ketertarikan terhadap Islam. Saya begitu kagum & hormat pada pribadi Nabi Muhammad saw yang sudah membawa dan memperjuangkan kepercayaan agung & mulia ini. Dari sini pula, saya bisa memperoleh jawaban dari banyak sekali masalah yg selama ini menjadi ganjalan pada agama saya. Saya mulai percaya, Islam merupakan kepercayaan yg rasional, mengajarkan disiplin, bersifat sosial, & menjunjung tinggi kesusilaan.

Pengalaman misalnya ini menciptakan keimanan aku goyah. Saya acapkali lupa pulang ke gereja. Saya seringkali terbangun bila mendengar azan subuh. Saya seringkali mendengar bunyi yg memanggil buat beriman secara benar. Dalam hati, saya ingin meniatkan buat masuk kepercayaan Islam. Tapi, saya belum beraru mengutarakannya kepada keluarga dan teman-sahabat seagama.

Tahun 1971, harapan buat masuk Islam semakin kuat. Teman-teman kuliah dulu mendukung harapan itu. Akhirnya dalam bulan Ramadhan tahun itu pula, aku berikrar sebagai seorang muslim. Di bawah bimbingan cendekiawan muslim Doktor Nurcholish Madjid, aku mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat pada rumah Bapak Syaaf pada Kramat Kwitang.

Rasa haru dan gembira pada saat itu tidak terlupakan. Teman-teman menyambut baik keislaman saya itu. Saya merasakan betapa sejuk & nikmatnya persaudaraan Islam ini. Nama baptis & sakremen, Yohanes Paulus, segera aku ganti menggunakan nama pemberian orang tua aku semula, yakni Bambang Sukamto.

Keislaman saya ini menerima tantangan berdasarkan keluarga & teman-sahabat gereja. Mereka menyindir, mencela, & bahkan menuduh aku sesat. Mereka pula berusaha buat menarik saya pulang ke kepercayaan usang. Yang paling berat merupakan tantangan berdasarkan mak kandung aku . Saya dimarahi dan dicaci maki habis-habisan, lantaran dipercaya telah berkhianat. Ibu pula mengancam akan bunuh diri jika aku nir balik ke agama Kristen. Tantangan ini aku hadapi dengan tabah dan sabar.

Lama-kelamaan tantangan mak saya itu reda jua. Akhirnya, aku bisa menjalankan ibadah ini dengan baik & damai. Saya poly belajar mengenai Islam. Alhamdulillah, pada tahun 1991, aku bersama istri bisa menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Dan buat membantu para mualaf pada mempelajari Islam, saya beserta teman-teman mendirikan sebuah pengajian/majelis taklim Al-Mantiq.

(dari Buku "Saya memilih Islam" Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani Press website : http://www.gemainsani.co.id/ ).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngaji - Terjemah Kitab Lubabul Hadist Bahasa Indonesia, Bab Ke-2 Keutamaan La Ilaha Illallah - Inspirasi Islami

Ngaji - Terjemah Kitab Ala La Tanalul Ilma Bahasa Indonesia - Inspirasi Islami

Ngaji - Terjemah Kitab Lubabul Hadist Bahasa Indoensia, Bab Ke-4 Keutamaan Sholawat Nabi - Inspirasi Islami