Inspirasi Muallaf - Ngintip Orang Shalat Akhirnya Jadi Muallaf
Kisah Nyata Pengurus Mualaf Center Online: Steven Indra Wibowo
Seorang mualaf ibarat besi yang baru jadi. Saatnya Allah menempa kita dan menjadikannya sebilah pedang. Kalau tidak ditempa, tidak akan tajam. Bagi Steven Indra Wibowo, agama adalah sebuah pilihan hidup. Seperti filosofi yang dianut oleh para leluhurnya, setiap pilihan inilah yang nantinya menjadi pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan. ‘’Bagi saya, Islam adalah pegangan hidup,’’ ujar pria kelahiran Jakarta, 14 Juli 1981 ini kepada Republika.Sebelum tetapkan memeluk Islam, Indra adalah seseorang penganut Katolik yang taat. Ayahnya merupakan salah seseorang aktivis pada GKI (Gereja Kristen Indonesia) & Gereja Bethel. Di kalangan para aktivis GKI & Gereja Bethel, ayahnya bertugas sebagai pencari dana pada luar negeri bagi pembangunan gereja-gereja pada Indonesia. Karena itu, tidak mengherankan jika sang ayah menginginkan Indra kelak mengikuti jejaknya dengan menjadi seseorang bruder (penyebar ajaran Katolik?Red).
Untuk mewujudkan keinginan tadi, sejak usia dini ia sudah digembleng buat sebagai seseorang bruder. Oleh sang ayah, Indra kecil kemudian dimasukkan ke sekolah khusus para calon bruder Pangudi Luhur di Ambarawa, Jawa Tengah. Hari-harinya dia habiskan di sekolah berasrama itu. Pendidikan kebruderan tadi dia jalani sampai jenjang SMP. ??Setamat menurut Pangudi Luhur, aku harus melanjutkan ke sebuah sekolah teologi SMA pada bawah Yayasan Pangudi Luhur,?? Ungkapnya.
Karena buat sebagai seseorang bruder, minimal harus mempunyai ijazah diploma 3 (D3), selepas menamatkan pendidikan teologia di SMA tahun 1999, Indra didaftarkan ke Saint Michael?S College di Worcestershire, Inggris, yaitu sebuah sekolah tinggi khusus Katolik. Di negeri Ratu Elizabeth itu, pria yang sekarang menjabat menjadi sekretaris I Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) ini merogoh jurusan Islamologi.
Selama menempuh pendidikan di Saint Michael?S College ini, Indra menilik mengenai hadis dalam ajaran Islam. ??Intinya, kita mengusut hadis & riwayatnya itu buat mencari celah supaya orang Muslim percaya, bahwa apa yang diajarkan dalam agama mereka tidak benar. Memang kita disiapkan buat sebagai seseorang penginjil atau misionaris,?? Paparnya. Bahkan, buat mengemban tugas sebagai seseorang penginjil, ia wajib melakoni prosesi disumpah tidak boleh menikah & wajib mengabdikan seluruh hidupnya buat Tuhan.
Tetapi, seiring menggunakan aktivitasnya sebagai seorang penginjil, justru mulai muncul keraguan pada dirinya atas apa yg ia pelajari selama ini. Apa yg dipelajarinya, bertolak belakang menggunakan kitab -kitab yang dia temui di toko-toko kitab . Hingga akhirnya, suatu hari tatkala mendatangi sebuah toko buku ternama di Jakarta, beliau menemukan sebuah kitab karangan Imam Ghazali. Buku yang mengulas tentang hadis & sejarah periwayatannya itu cukup menarik perhatiannya.
Dari semula hanya sekadar iseng membaca gratis sembari berdiri pada toko buku tadi, Indra akhirnya memutuskan buat membelinya. ??Setelah saya baca & pelajari buku tadi, ternyata banyak referensi & penerangan mengenai hadis yang diriwa -yatkan sang Bukhari & Muslim. Akhirnya, saya pula tetapkan buat membeli buku kumpulan hadis-hadis Bukhari dan Muslim,?? Kata dia.
Berawal dari sinilah, Indra mulai mengetahui bahwa hadishadis yang selama ini dipelajarinya di Saint Michael?S College, ternyata nir diakui sang umat Islam sendiri. ??Hadis-hadis yang aku pelajari tersebut ternyata maudhu? (palsu). Dari sana, kemudian saya mulai mencari-cari hadis yg benar,?? Tukasnya.''
Dari Katedral ke Istiqlal
Keinginan Indra buat mempelajari ajaran Islam, tidak hanya sampai di situ. Di sela-sela tugasnya sebagai seseorang penganut Katolik, membisu-diam Indra mulai menyelidiki gerakan shalat. Kegiatan belajar shalat itu dia lakukan selepas menjalankan ritual ibadah Minggu pada gereja Katedral, Jakarta. Tak terdapat yang mengetahui kegiatan ?Mengintipnya? Itu, kecuali seorang saudara termuda laki-lakinya. Namun, sang saudara termuda membisu saja atas perilakunya itu.
??Ketika waktu shalat zuhur tiba dan azan berkumandang berdasarkan seberang (Masjid Istiqlal?Red), kalung salib aku tambahkan ke dalam baju, sepatu saya lepas & titipkan. Kemudian, aku pinjam sandal tukang sapu kebun di Katedral. Setelah habis shalat, aku kembali lagi mengenakan kalung salib dan pulang ke Katedral,?? Paparnya.
Aktivitasnya yg ?Konyol? Di mata sang saudara termuda itu, beliau lakoni selama dua bulan. Dan, berkat kolaborasi oleh saudara termuda juga, tindakan yang dia lakukan tadi nir hingga ketahuan sang ayahnya. Dari situ, lanjut Indra, ia baru sebatas mengetahui orang Islam itu shalat empat rakaat & selama shalat membisu semua. Tahap berikutnya, ayah satu orang putri ini mulai belajar shalat maghrib di sebuah masjid di wilayah Muara Karang, Jakarta Utara. Ketika itu, ia beserta keluarganya tinggal pada wilayah tersebut.
??Dari situ, aku mulai mengetahui ternyata terdapat pula shalat yg bacaannya keras. Kemudian, saya mulai menilik shalat-shalat apa saja yang bacaannya dikeraskan dan nir.?? Setelah belajar shalat zuhur dan maghrib, ia melanjutkan dengan shalat isya, subuh, dan ashar. Kesemua gerakan dan bacaan shalat lima ketika tersebut beliau pelajari secara belajar sendiri, yakni menggunakan cara mengikuti apa yg dilakukan oleh jamaah shalat. Sampai rapikan cara berwudhu pun, menurut penuturannya, beliau pelajari dan hafal menggunakan menirukan apa yg dilakukan sang para jamaah shalat.
??Saya lihat orang berwudhu, ingat-jangan lupa gerakannya, baru setelah sepi saya mempraktikkannya. Dan, Alhamdulillah pada waktu seminggu aku telah mampu hafal gerakan berwu -dhu. Begitu jua, dengan gerakan shalat dan bacaannya. Saya melihat gerakan imam & mendengar bacaannya sembari berusaha mengingat dan menghafalnya,?? Jelas Direktur Operasional Mustika (Muslim Tionghoa & Keluarga), sebuah forum yang mewadahi silahturahim, keterangan, konsultasi, dan pelatihan agama Islam.
Untuk memperdalam pengetahuannya tentang tata cara ibadah shalat, Indra pun mencoba mencari tahu arti dan makna berdasarkan setiap gerakan serta bacaan dalam shalat, melalui buku-buku pedoman shalat yang harganya nisbi murah. Melalui shalat ini, ungkap Indra, dia menemukan suatu ibadah yg lebih bermakna, lebih dari hanya sekadar duduk, lalu mendengarkan orang ceramah dan kadang sembari tertidur, akhirnya tidak dapat apa-apa & hampa.
??Ibaratnya sebuah bola bowling, tampak pada permukaan luar -nya keras dan kokoh, tetapi pada dalamnya kosong. Berbeda de ngan ibadah shalat yang ibaratnya sebuah kelereng mini , wa lau pun mini , di dalamnya padat. Saya lebih menentukan menjadi se butir kelereng kecil daripada bola bowling tadi,?? Ujar nya mengumpamakan ibadah yang pernah ia lakoni sebelum menjadi Muslim dan sesudahnya.
Tujuh jahitan
Setelah merasa mantap, Indra pun memutuskan buat masuk Islam dengan dibantu sang seseorang temannya di Serang, Banten. Peristiwa itu terjadi sebelum datangnya bulan Ramadhan pada tahun 2000. Keislamannya ini, kata beliau, baru diketahui oleh ke 2 orang tuanya selesainya dia tetapkan buat kembali ke Jakarta. Kabar tentang keislamannya ini diketahui orang tuanya dari para rekan bisnis sang ayah.
Lantaran mungkin pada waktu itu, papa aku sedang mengerjakan proyek pembangunan resort di daerah Muara Karang dan Pluit, makanya papa punya poly kenalan & teman. Dan, mungkin orang-orang itu acapkali melihat saya datang ke masjid dan mengenakan peci, makanya dilaporkan ke papa, kenangnya. Ayahnya pun tetapkan buat mengirim orang buat memata-matai setiap aktivitas Indra sehari-hari. Setelah ada bukti konkret, ia lalu dipanggil dan disidang sang ayahnya. Saya beri penjelasan pada dia bahwa Islam itu bagi aku adalah pegangan hidup.
Di hadapan ayahnya, Indra mengatakan bahwa selama menjalani pendidikan calon bruder, dirinya mendapatkan kenyataan bahwa pastur yang selama ini dia hormati ternyata melakukan perbuatan asusila terhadap para suster. Demikian pula, dengan para frater yang menghamili siswinya & para bruder yg menjadi homo. Ibaratnya aku pegangan ke sebuah pohon yg rantingranting daunnya pada patah, & saya rasa pohon itu telah mau tumbang kalau diterpa angin. Sampai akhirnya, saya ketemu dengan sebatang bambu kecil, yg nir akan patah meski diterpa angin.
Seakan tidak terima dengan penerangan oleh anak, ayahnya pun menampar Indra hingga kepalanya terbentur ke kaca. Beruntung saat peristiwa tersebut oleh ibu pribadi membawa Indra ke Rumah Sakit Atmajaya. Sebagai akibatnya, dia mendapatkan tujuh jahitan pada bagian dahinya. Kendati begitu, ibunya tetap nir bisa menerima keputusan putra pertamanya tadi.
Tidak hanya menerima tujuh jahitan, sang ayahnya kemudian Indra diusir setelah dipaksa wajib menandatangani surat pernyataan di hadapan notaris, mengenai pelepasan haknya seba gai salah satu pewaris dalam keluarga. Saya nir boleh mendapat seluruh fasilitas keluarga yang sebagai hak saya,ungkapnya. Meski hidup menggunakan penuh cobaan, tutur Indra, terdapat Allah SWT yang menyayanginya dan membukakan pintu rezeki untuknya. Salah satunya, proposal pengajuan beasiswa yg dia sampaikan ke Universitas Bina Nusantara (Binus) disetujui. Di Binus jua, ia mempunyai ketika luang dan kesempatan buat menyampaikan syiar Islam, baik melalui forumforum pengajian maupun internet.
Karena itu, saya melihat mualaf itu ibaratnya sebuah besi yg baru jadi. Jadi, saatnya Allah menempa kita & menjadikannya sebilah pedang. Jadi, jikalau nir ditempa, tidak akan tajam, pungkasnya. Nidia zuraya
Biodata
Nama : Indra Wibowo
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Juli 1981
Masuk Islam : 2000
Pendidikan Akhir : Sarjana (S1) Komunikasi Universitas Padjadjaran
Aktivitas :
- Sekretaris I Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
- Direktur Operasional Mustika (Muslim Tionghoa & Keluarga)
- Pengurus Mualaf Center Online http://www.mualaf.com
asal: http://www.Mualaf.Com
Komentar
Posting Komentar